Jumat, 10 Mei 2013

Mengikuti Jejak Sir Alex Ferguson, Itu Tantangan Sebenarnya



Di sepakbola, sering seorang pelatih meninggalkan jabatannya dengan menyimpan 'dendam', dengan didepak oleh manajemen yang tidak sabar atau frustrasi karena tidak memberi kesuksesan. Dalam hal itu, standar yang ditetapkan akan cukup rendah untuk pelatih baru yang datang menggantikannya: cukup melakukan yang lebih baik dari pendahulunya yang gagal. Tetapi ketika pelatih yang keluar adalah pelatih yang sukses, maka tugas berikutnya bagi penggantinya akan jauh lebih rumit.

Dan ketika pelatih yang keluar adalah sosok yang amat sangat sukses seperti Sir Alex Ferguson, yang tidak hanya mampu merengkuh 38 trofi dalam 26 tahun, tetapi juga mampu mengubah klub daerah menjadi sebuah merek global, sebuah institusi sepakbola internasional yang kuat, maka tantangan bagi suksesornya sungguh mengerikan.

Yang menakutkan juga, meskipun di sepakbola Inggris belum ada yang pernah menggantikan sosok pelatih yang terlalu sukses seperti Sir Alex, sejarah menunjukkan bahwa pelatih top tersebut dapat memberi bayang-bayang yang cukup untuk memudarkan kepercayaan diri dan ambisi para suksesornya, bagaimanapun berkualitas dan termotivasinya sosok yang menggantikan.

David Moyes sudah diperkirakan akan menjadi pilihan untuk menjadi suksesor Sir Alex. Difavoritkan oleh rekan-rekannya, Moyes sudah lama dikagumi karena karya dan konsistensinya di Everton, dan diyakini mampu membawa stabilitas dan rencana jangka panjang ke Old Trafford, serta fokus pada pemain muda, membeli pemain dengan bijak dan menerapkan sepakbola menyerang. Dia akan membutuhkan semua kemampuan itu dan yang paling penting adalah terus mengoleksi gelar juara.

Dia juga memerlukan kekuatan karakter dan kepercayaan diri untuk tidak gentar dengan warisan Sir Alex kepadanya.

Suporter United yang lebih tua akan mengingat dengan merinding bagaimana kesuksesan tim salah ditangani ketika Sir Matt Busby meletakkan jabatannya pada 1969. Salah satu suksesornya, Wilf McGuinness, yang masih berusia 31 tahun saat itu, tampak mustahil keluar dari bayang-bayang Busby. McGuinness hanya bertahan 18 bulan sebelum akhirnya United memanggil kembali Busby ke kursi panas. Dan ketika Busby, yang memilki mengoleksi lima gelar liga, dua Piala FA, dan satu gelar Eropa dalam 23 tahun, kembali mundur, Frank O'Farrell yang sebelumnya cukup sukses, juga gagal memenuhi ekspetasi.

Degradasi dan kembali ke kasta tertinggi sebagai juara Divisi kedua menyusul di bawah asuhan Tommy Docherty yang memenangkan Piala FA tahun 1977, kemudian datang Ron Atkinson pada 1983 dan 1985, masa-masa itu adalah rangkuman pencapaian United di antara rezim Sir Matt dan Sir Alex.

Beberapa puluh kilometer dari Old Trafford, yaitu Anfield, terdapat sosok Bill Shankly yang disebut sebagai sosok yang mirip dengan Busby sebagai pelatih yagn paling populer di sepakbola dalam 15 tahunnya bersama Liverpool, di mana ia membawa The Reds promosi ke kasta tertinggi dan kemudian meraup banyak gelar juara. Dia melakukannya dengan kecerdasan taktik dan ketangguhan tim, ia sangat menyatu dengan tim sampai ia menjatuhkan bom ketika memutuskan untuk pensiun pada 1974, orang-orang pun cemas memikirkan apakah Liverpool akan tetap sukses. 

Tetapi dia telah mempersiapkan suksesornya dengan baik dari ruang Anfield sendiri, dan Bob Paisley maju menggantikan dirinya tanpa menghentikan tradisi juara dan terus menciptakan rekor yang bahkan melebihi Shankly. Faktanya, dominasi Liverpool terus berlanjut hingga dua pelatih berikutnya, yaitu Joe Fagan dan Kenny Dalglish, meskipun kebiasaan meraih gelar juara mulai mengering pada tahun 1990.

Meski Paisley meraih sukses, bagaimanapun juga, bayang-bayang Shankly membawa Liverpool dalam masalah. Shankly cepat menyadari bahwa dia terlalu cepat pensiun dan berusaha untuk tetap terlibat di dalam klub. Dia akan muncul di sesi latihan tim, namun akhirnya ia berhenti melakukannya ketika ia merasa kedatangannya tidak disukai. Dan hubungan dirinya dengan Liverpool menjadi semakin memburuk, bahkan ia kemudian mengatakan bahwa dirinya lebih disambut di Everton dan di Manchester United daripada di klub yang telah ia bangun. Tetapi Liverpool merasa mereka harus 'move on'. Shankly adalah sosok yang luar biasa tetapi terlalu berkuasa, dan sekarang adalah tim milik Paisley.

Beberapa pekan sebelum mundurnya Shankly, Don Revie meninggalkan Leeds United untuk menjadi pelatih timnas Inggris. Revie telah mengangkat Leeds dari kasta kedua ke puncak Liga Inggris, dengan kesuksesan besar dalam domestik dan di Eropa. Sebelum dia, klub Yorkshire tersebut tidak pernah meraih juara dan tidak memiliki target. Di bawah Revie, Leeds berubah menjadi tim yang paling ditakuti. Sebenarnya mereka mampu meraih trofi dua kali lebih banyak, tetapi mereka kerap tersandung di partai puncak.

Bagaimanapun juga, 'The Don' menjadi kepala keluarga di Elland Road, dan kepergiannya meninggalkan lubang yang tidak pernah bisa ditambal. Pelatih penggantinya – Brian Clough, Jimmy Armfield, Jock Stein, Jimmy Adamson, Allan Clarke, Eddie Gray, Billy Bremner – mencoba dan gagal meniru kesuksesan Revie sebelum Howard Wilkinson membawa mereka promosi dan meraih gelar terakhir di kasta tertinggi liga Inggris. Masa Wilkindon dan masa singkat di bawah David O'Leary menjadi sedikit obat rindu fans Leeds akan era Revie.

Musim panas 1974 juga menjadi saksi mata pensiunnya manajer berkualitas lainnya, Bill Nicholson di Tottenham. Skuat Spurs 1960-61 yang meraih double winners diingat sebagai salah satu tim terbaik di Inggris, dan dia kemudian mampu meraih dua Piala FA, Piala Winners, Piala UEFA dan dua Piala Liga ke White Hart Lane. Dia menetapkan standar untuk meraih sukses di Tottenham, dan 18 pelatih setelahnya gagal menyamai prestasinya. Hanya Keith Burkinshaw (dua Piala FA dan Piala UEFA) yang mampu mendekati.

Mencuatnya rival derby London Utara antara Tottenham dan Arsenal, terhitung dari penunjukkan Herbert Chapman sebagai pelatih The Gunners pada 1925. Chapman yang memiliki visi luas membawa timnya meraih gelar juara pertama dan membuat Arsenal mulai dipandang di London. Kematian mendadak sang pelatih pada 1934, tidak menghentikan dominasi Arsenal ketika direktur George Allison menjadi suksesor, meskipun ia lebih sering menyerahkan urusan tim kepada mantan pemain, Tom Whittaker dan Joe Shaw. Trofi terus berdatangan, termasuk usai perang ketika Whittaker menjadi pelatih secara resmi.

Tetapi setelah kematian Whittaker pada 1956, pelatih seperti Jack Crayston, George Swindin dan Billy Wright, semuanya gagal mengembalikan Gunners ke puncak kejayaan, dengan kesuksesan Chapman dilihat sebagai beban oleh skuat Arsenal pada saat itu. Itu tidak dapat dihindari, patung Chapman di lorong masuk Highbury menjadi pengingat harian kepada pelatih Arsenal atas apa yang diharapkan darinya.

Pelatih Billy Wright saat bermain di Wolverhampton Wanderers adalah Stan Cullis, sosok keras yang mengambil alih Molineux pada 1948 dan menjadi pelatih termuda untuk memenangkan Piala FA saat berusia 31 tahun. Dia kemudian memimpin Wolves meraih tiga gelar juara liga, namun gagal meraih juara pada 1960 karena selisih satu angka tetapi memenangkan Piala FA sebagai kompensasi. Ketika Wolves mengalahkan tim penuh talenta asal Hungaria, Honved, dalam sebuah uji coba pada 1954, Cullis mengklaim timnya sekarang adalah 'juara dunia' dan itu membantu lahirnya Piala Champions.

Tetapi kemudian, Wolves mulai menurun dan Cullis didepak pada tahun 1964. Hampir 50 tahun berikutnya mereka tampak mustahil meniru kesuksesan yang ia bawa ke tim. Sebanyak 20 pelatih yang menjadi suksesor Cullis gagal total di Wolves.

Cerita yang mirip terjadi di Nottingham Forest sejak Brian Clough pensiun pada 1993. Era emas dalam sejarah klub, di mana Clough meraih satu-satunya gelar juara liga, empat Piala Liga, dan dua gelar Eropa, tidak mampu diulangi oleh 14 pelatih yang mencoba.

Menariknya, kebanyakan dari pelatih-pelatih legendaris tersebut diabadikan oleh klub-klub mereka melalui besi, baja, perak dan aspal. Ada gerbang Shankly dan patungnya di Anfield, tribun Revie dan patungnya di Elland Road, jalan Bill Nicholson dan patungnya di White Hart Lane, patung terkenal Chapman di Highbury dan patung baru di Emirates Stadium, tribun Stan Cullis di Molineux dan tribun Brian Clough di City Ground, patung Clough di tengah kota Nottingham dan mengubah nama jalan antara Nottingham dan Derby menjadi jalan Brian Clough.

Kemudian di Theatre of Dreams terdapat jalan Sir Matt Busby dan sebuah patung, dan tentu saja tribun Sir Alex Ferguson dan patungnya. 

Setiap trofi yang didapatkan Sir Alex mungkin menjadi kegemilangan United, tetapi itu juga membuat tantangan bagi suksesornya semakin berat. Karena mengikuti langkahnya, akan menjadi tugas yang mungkin tidak akan mendapatkan apresiasi. Bisakah David Moyes?



source: Goal.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar